Barangkali banyak yang setuju dengan pernyataan bahwa masa remaja adalah masa-masa yang paling indah bagi seseorang. Masa remaja adalah sebuah masa transisi seseorang dari masa kanak-kanak ke masa usia dewasa. Masa remaja adalah masa bagi seseorang mencari identitas diri. Masa remaja sebenarnya adalah sebuah fase rawan bagi seorang remaja karena kelabilan jiwanya yang sering membuatnya berpikir dan bertindak secara naif. Di sinilah peran orang tua dan keluarga sangat penting bagi seorang remaja.
Orang tua dan keluarga seharusnya memberikan perhatian yang lebih terhadap anak atau anggota keluarganya yang masih berusia remaja. Mereka seharusnya bisa menempatkan diri mereka sebagai seorang sahabat. Kenapa demikian? Bila sebuah keluarga kurang memberikan perhatiannya terhadap diri seorang anak yang telah memasuki usia remaja; karena kenaifan mereka; seringkali lebih mempercayai teman-teman mereka ketimbang orang tua dan anggota keluarganya. Masalahnya, tidak semua teman yang benar-benar baik bagi seorang remaja.
Remaja seringkali menempatkan hubungan persahabatan di atas segalanya hingga kadang-kadang mereka melawan orang tua mereka. Remaja suka bersahabat, rasa solidaritas diantara mereka tinggi sekali bahkan mereka lebih mengutamakan teman atau sahabat dari pada orang tua, mereka mau berkorban apa saja demi persahabatan. Tetapi tidak sedikit remaja yang jatuh karena gagal dalam persahabatan. Karena dia tidak sadar kalau dia selama bersahabat itu dijajah pribadinya oleh sahabatnya. Hal tersebut sebenarnya merupakan kejahatan yang terselubung dengan mengatasnamakan persahabatan. Kita semua harus waspada dan jangan sampai lengah dan terkecoh. Penjajahan pribadi artinya adanya dominasi atau penguasaan seseorang terhadap pribadi orang lain.
Sebuah keluarga yang memiliki seorang anak berusia remaja selayaknya melakukan langkah-langkah berikut ini: Langkah pertama adalah langkah konsolidasi dan melihat apakah apakah perilaku seorang anak remaja masih memiliki prilaku normal atau mencemaskan. Misalnya pemurung, suka melawan, lebih senang sendiri atau lebih suka bersama teman-temannya daripada bersama anggota keluarga. Seoarng remaja ingin menyatakan bahwa ia berbeda dengan orang tua dan anggota keluarganya yang lain. Hal ini dapat kita lihat dari cara seorang remaja berpakaian yang merujuk mode mutakhir, gaya potongan rambut dan jenis music yang mereka nikmati.
Tindakan selanjutnya adalah menetapkan batas dan mempertahankannya. Menetapkan batas itu sangatlah penting, tetapi batas-batas itu haruslah cukup lebar untuk memungkinkan eksplorasi yang sehat.
• Bila perilaku seorang remaja membahayakan atau melampaui batas-batas disiplin nilai-nilai keluarga dan normatif, langkah berikutnya adalah memahami apa yang tidak beres.
• Depresi dan perilaku yang membahayakan diri selalu merupakan respon terhadap stres yang tidak dapat diatasi seorang anak remaja.
• Anak remaja yang berperilaku atau suka membolos seringkali akibat meniru dan mengikuti teman-temannya, dan merupakan respon dari sikap dan nilai-nilai keluarga yang terlalu ketat atau terlalu longgar.
• Minum-minuman alkohol dan menghisap ganja biasanya merupakan respon terhadap stres dan akibat meniru teman yang salah. Masalah seksual paling sering mencerminkan adanya kesulitan diri di dalam proses pendewasaan. Secara umum masalah yang terjadi pada remaja dapat diatasi dengan baik jika orang tuanya termasuk orang tua yang “cukup baik”. Donald winnicott, seorang psikoanalisis dari Inggris memperkenalkan istilah “good enough mothering”. Ia menggunakan istilah ini untuk mengacu pada kemampuan seorang ibu dalam mengenali dan memberi respon terhadap kebutuhan anaknya, tanpa harus menjadi ibu yang sempurna. Sekarang laki-laki pun telah “diikutsertakan”, sehingga cukup beralasan untuk membicarakan tentang “menjadi orang tua yang cukup baik” (good parenting).
Secara umum tugas-tugas yang dilakukan oleh sebuah keluarga yang cukup baik adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan esensial; sandang, pangan dan kesehatan.
2. Memberikan ikatan dan hubungan emosional, hubungan yang erat ini merupakan bagian penting dari perkembangan fisik dan emosional yang sehat dari seorang anak, terutama saat seorang anak berusia remaja.
3. Memberikan sutu landasan yang kokoh, ini berarti memberikan suasana rumah dan kehidupan keluarga yang stabil.
4. Membimbing dan mengendalikan perilaku dengan nilai-nilai normatif.
5. Memberikan berbagai pengalaman hidup yang normal, hal ini diperlukan untuk membantu seorang anak remaja agar dapat berprilaku matang dan akhirnya mampu menjadi seorang dewasa yang mandiri. Sebagian besar keluarga telah memberikan pengalaman-pengalaman itu secara alami.
6. Mengajarkan cara berkomunikasi, keluarga yang baik mengajarkan anak agar mampu menuangkan pikiran ke dalam kata-kata dan memberi nama pada setiap gagasan, mengutarakan gagasan-gagasan yang rumit dan berbicara tentang hal-hal yang terkadang sulit untuk dibicarakan seperti ketakutan dan amarah.
7. Menjadi sahabat, sebuah keluarga selayaknya mengajak teman-teman anaknya yang berusia remaja berkumpul bersama-sama mereka. Ini dilakukan untuk mengetahui dengan siapa saja anaknya bergaul.
8. Berkomunikasi dengan guru di sekolahnya terutama wali kelas dan guru pembimbingnya.Karena, seorang guru juga merupakan “orang tua” bagi seorang anak yang wajib membimbing, mendidik nilai-nilai selain memberikan pengajaran keilmuan.
9. Memberikan nilai-nilai keteladanan. Di tengah kepungan informasi yang sedemikian masif saat ini, dimana kecenderungan untuk meninggalkan nilai-nilai keluarga dan mengedepankan budaya pemberontakan yang seolah menemukan pembenaran bagi remaja karena kenaifan dan gejolak mudanya, maka keluarga hendaknya dapat memainkan peran sebagai salah satu unit pranata social yang mampu menyiapkan seorang generasi yang dapat bermanfaat bagi lingkungan dan bangsanya kelak. Itulah salah satu tanggungjawab kita sebagai warga negara yang baik. Terlalu utopis? Tidak juga… Semoga bermanfaat…(nfr)
2. Memberikan ikatan dan hubungan emosional, hubungan yang erat ini merupakan bagian penting dari perkembangan fisik dan emosional yang sehat dari seorang anak, terutama saat seorang anak berusia remaja.
3. Memberikan sutu landasan yang kokoh, ini berarti memberikan suasana rumah dan kehidupan keluarga yang stabil.
4. Membimbing dan mengendalikan perilaku dengan nilai-nilai normatif.
5. Memberikan berbagai pengalaman hidup yang normal, hal ini diperlukan untuk membantu seorang anak remaja agar dapat berprilaku matang dan akhirnya mampu menjadi seorang dewasa yang mandiri. Sebagian besar keluarga telah memberikan pengalaman-pengalaman itu secara alami.
6. Mengajarkan cara berkomunikasi, keluarga yang baik mengajarkan anak agar mampu menuangkan pikiran ke dalam kata-kata dan memberi nama pada setiap gagasan, mengutarakan gagasan-gagasan yang rumit dan berbicara tentang hal-hal yang terkadang sulit untuk dibicarakan seperti ketakutan dan amarah.
7. Menjadi sahabat, sebuah keluarga selayaknya mengajak teman-teman anaknya yang berusia remaja berkumpul bersama-sama mereka. Ini dilakukan untuk mengetahui dengan siapa saja anaknya bergaul.
8. Berkomunikasi dengan guru di sekolahnya terutama wali kelas dan guru pembimbingnya.Karena, seorang guru juga merupakan “orang tua” bagi seorang anak yang wajib membimbing, mendidik nilai-nilai selain memberikan pengajaran keilmuan.
9. Memberikan nilai-nilai keteladanan. Di tengah kepungan informasi yang sedemikian masif saat ini, dimana kecenderungan untuk meninggalkan nilai-nilai keluarga dan mengedepankan budaya pemberontakan yang seolah menemukan pembenaran bagi remaja karena kenaifan dan gejolak mudanya, maka keluarga hendaknya dapat memainkan peran sebagai salah satu unit pranata social yang mampu menyiapkan seorang generasi yang dapat bermanfaat bagi lingkungan dan bangsanya kelak. Itulah salah satu tanggungjawab kita sebagai warga negara yang baik. Terlalu utopis? Tidak juga… Semoga bermanfaat…(nfr)
Sumber: Lask, Bryan. Memahami dan mengatasi masalah anak. 1985. Gramedia. Jakarta Nadeak, wilson. Memahami anak remaja. 1991. Kanisius. Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar